Begini Cara Kerja Bisnis E-Hate, Bisnis Online Paling Mujarab!

CRONOSAL - Well, postingan ini sudah agak lama terpendam sampai akhirnya saya kembali lagi untuk menyelesaikannya. Sobat pernah melihat suatu akun di media sosial seperti Facebook yang membuat posting berisi hasutan atau menebar kebencian terhadap pihak tertentu? Istilah lainnya adalah hate speech atau E-hate.

Mungkin karena sifat dasar manusia, ketika sebuah posting berisi kebencian diterbitkan, maka tak perlu menunggu waktu lama untuk menjadi viral dan diliput portal berita online.

Hal ini pun yang (mungkin) menginspirasi sebagian pengguna internet nakal yang memanfaatkan kebencian untuk mendulang pundi-pundi uang.

Bisnis E-hate menjadi sangat populer karena tidak membutuhkan modal besar, namun tetap memberi keuntungan maksimal. Apalagi, saat ini Indonesia termasuk ke dalam jumlah pengguna internet terbesar, jadi tak mengherankan apabila model bisnis mujarab ini sangat menjanjikan!

E-hate? Jadi bisnis? Kok bisa?

Agar lebih jelas, akan saya paparkan mekanisme kerja bisnis E-hate. Sebagai contoh, saya pakai jejaring sosial Facebook, meski begitu saya rasa ini cukup mewakili beragam teknik E-hate di dunia maya.

Berikut ini dijelaskan tahap demi tahap:

1. Pelaku membuat akun Facebook normal

Hampir tidak ada hal aneh di awalnya, pelaku bisnis E-hate membuat akun Facebook dengan informasi yang sedetil mungkin. Diatur sedemikian rupa agar terlihat seperti akun asli walaupun ditangani oleh pihak tak bertanggungjawab.

Biasanya hal-hal seperti foto didapatnya dari mengambil foto orang lain. Tentu saja ini akan menghancurkan citra orang yang fotonya dicuri tersebut.

Saat ini juga mereka menambah jumlah teman sebanyak mungkin. Di saat seperti ini harus pandai membuat status, maksudnya cukup buat status yang isinya normal saja seperti curhat atau tentang hobi, apapun itu yang tidak mencurigakan.

Jadi, pengguna Facebook lainnya tidak akan mengetahui bahwa itu adalah akun untuk bisnis E-hate.

2. Mulai memposting kebencian

Tahap selanjutnya yakni memulai posting status berbau kebencian. Perlu diketahui bahwa mereka memilih topik yang sifatnya spesifik. Biasanya politik dan agama menjadi isu paling sensitif. Kadang gambar-gambar tertentu juga mampu menarik emosi.

Sembari menebar kebencian, mulai banyak orang yang berkomentar berisi hinaan, rasa kesal, kata-kata kotor yang dilontarkan kepada pelaku.

Pasti ada saja yang terhasut, membagikan postingan pelaku di profil Facebook-nya. Otomatis posting kebencian semakin ramai, sedikit demi sedikit jumlah Like, Comment, dan Share bertambah.

Pelaku juga menerima banyak undangan pertemanan, namun karena jumlah yang dibatasi maka opsi Pengikut menjadi pilihan.

3. Ketika sudah terkenal, ubah jadi fanpage

Jika setiap postingannya mampu menembus ratusan bahkan ribuan share, sudah dapat dikatakan bahwa pelaku tersebut berhasil menerapkan metode bisnis E-hate. Kini tinggal mengubah akun profil Facebook tersebut menjadi fanpage.

Mengubah akun profil menjadi fanpage sangat mudah dilakukan. Semua yang menjadi teman atau pengikut berubah statusnya ke liker. Nama pun dapat diubah juga.

Dan yang terpenting, semua aktivitas posting seperti status, foto, video akan dihapus!

Bersih! Tanpa bekas!

Dengan jumlah liker yang cukup banyak, ini akan sangat menguntungkan pelaku.

4. Jual fanpage, pelaku dapat uang

Ini langkah yang harus dilakukan dengan cerdik. Kenapa harus cerdik? Karena pelaku harus menyesuaikan dengan posting yang dibuat sebelumnya.

Sebagai contoh, jika akun tersebut tadinya menghina agama ABC, logikanya orang-orang yang berkomentar atau mengikuti fanpage tersebut pastilah orang-orang yang beragama ABC.

So, pelaku menjualnya juga kepada orang yang memiliki kepentingan dalam agama ABC. Seperti menjual kaset ceramah ABC, buku kitab ABC, perangkat ibadah ABC, dan sebagainya.

Salah satu yang pernah saya lihat ialah akun yang tadinya menghina Islam. Beberapa bulan kemudian akun tersebut menjadi fanpage online shop yang menjual berbagai macam busana muslim.

Metode yang menarik bukan?

Bahkan beberapa diantaranya juga menjadi fanpage kampanye partai.

Semakin banyak jumlah like fanpage, maka semakin mahal harganya. Namun tidak menutup kemungkinan juga pelaku menggunakannya secara pribadi.

Kini pengguna Facebook yang 'terjerumus' bagaikan 'alat' untuk memperlancar aksi pelaku.

5. Ulangi dari awal

Ketika uang sudah menjadi kecintaan, maka bisnis E-hate pun tetap dilakukan. Pelaku akan tetap menjalankan bisnis ini.

Untuk menekuni bisnis ini, tidak perlu pintar, tidak perlu gelar tinggi, tidak perlu mempelajarinya secara teoritis. Berbekal otak yang kotor saja itu sudah cukup.

Seperti seorang siswa menengah berinisial SRS yang menebar kebencian lewat Facebook.

Meski tidak dijelaskan apa tujuan si anak tersebut, namun dari hal itu kita dapat simpulkan bahwa menebar kebencian itu sangat mudah, sampai-sampai seorang pelajar saja bisa melakukannya.

Begitulah siklusnya. Teramat sulit dijelaskan mengapa sampai detik ini orang-orang tetap mudah terprovokasi terhadap posting bernada kebencian.

Ada pula yang di dalam komentar menjadi tokoh "paling benar" yang melontarkan segala kata-kata, caci-maki kasar. Padahal pelaku tidak akan meresponinya.

Cara terbaik ketika melihat postingan kebencian ialah dengan tidak meresponinya. Otomatis jika tidak ada balasan apapun dari publik, ia tidak bersemangat lagi dalam menjalankan bisnis E-hate.

Bila perlu, laporkan akun tersebut ramai-ramai agar segera ditindak oleh pihak Facebook. Polisi juga tidak akan segan berurusan bagi pelaku penebar kebencian (Surat Edaran Hate Speech).

Bagikan artikel ini jika bermanfaat! :)

Baca juga: